Cara Mengatasi Masalah Pada Anak
Banyak orang tua dan guru yang mengikuti seminar saya berkomentar “Oke, teknik yang Anda berikan untuk mengatasi problematika anak
sangat bagus. Tapi, saya tidak yakin bisa menerapkan apa yang telah
Anda ajarkan” lalu tanya saya “Apa sebabnya?”, “Pertama saya tidak
disukai anak, berikutnya bagaimana mengkomunikasikan pada mereka ?”.
Jelas ini adalah masalah, tapi tenang ada cara bagaimana memahami
perilaku anak. Tapi sabar dahulu sebab ada bagian yang harus Anda pahami
dahulu.
Banyak dari orang tua dan guru bertanya dalam pikiran mereka sendiri:
- Mengapa anak saya tidak peduli dengan masa depannya?
- Mengapa mereka melakukan hal-hal yang tidak masuk akal (guru dan orangtua)
- Mengapa mereka tidak mau mendengarkan walupun sudah diingatkan berkali-kali?
- Mengapa anak saya membiarkan dirinya dipengaruhi oleh hal-hal negatif dari teman-temannya yang tidak berguna?
Nah, pertanyaan utama : bagaimana memahami perilaku dan pemikiran mereka?
Jawabanya adalah emosi mereka. Emosi sangat menguasai
logika berpikir mereka anak-anak dan remaja. Remaja dan anak-anak jauh
lebih banyak didorong oleh perasaan mereka daripada pemikiran yang baik
untuk mereka. Dengan mengetahui hal ini, maka sia-sia upaya kita
mengkuliahi mereka seharian. Membombardir pikiran mereka dengan nasehat
positif, menjadikan diri kita motivator dadakan didepan mereka tidak
akan mempan. Justru membuat anak bertambah “sebal” dengan kelakuan kita.
komentar atau nasihat seperti : “kamu harus giat belajar”, “jangan
buang waktumu dengan bermain terus”, “jaga kebersihan dikamarmu”,
kecuali bila kita sudah terlebih dahulu mengenali perasaan mereka.
Dalam kondisi emosi yang negatif seorang anak tidak dapat menerima input
dan nasehat bahkan titah sekalipun yang dapat mengubah perilaku mereka.
Berbeda hasilnya jika kita mampu mengerti dan mengenali perasaan emosi
mereka terlebih dahulu maka mereka akan terbuka dan mendengarkan saran
logis dari kita. Anak–anak dan remaja akan melakukan sesuatu jika
membuat mereka merasa nyaman atau enak di rasanya atau hatinya.
Sebelum melangkah lebih jauh, kita akan belajar bersama,
bagaimana reaksi kita dalam menghadapi masalah anak. Seringkali jika ada
masalah maka yang ada dibenak kepala kita umumnya ada 3 hal, yaitu :
- Memberi Nasihat, misal: “saya tadi berkelahi dengan Agus, disekolah”, respon kita pada umumnya “apa-apaan kamu ini sekolah bukan tempat belajar jadi tukang berantem, hanya penjahat yang menyelesaikan masalah dengan berantem”
- Menginterogasi, misal: “Hp saya hilang di sekolah” respon kita pada umumnya “kamu yakin bukan kamu sendiri yang menghilangkan? Yakin kamu tidak lupa, coba diingat kembali”
- Menyalahkan dan menuduh, misal: “tadi Edo dihukum karena tidak mengerjakan PR” respon kita pada umumnya “dasar anak malas, mulai hari ini kamu harus lebih disiplin dan perhatikan tugas disekolah”.
Setelah melihat ketiga contoh diatas, tidak ada satu ruang pun untuk
mengakui perasaan atau emosi anak, betul? Seringkali kita ini hanya
memberikan masukan tanpa mau mendengar apa yang sebenarnya terjadi
(lebih tepatnya perasaan apa yang terjadi pada diri anak kita). Ketika
emosi seorang anak diabaikan mereka akan lebih marah dan benci. Selama
ini mereka berada dalam keadaan emosi negatif, semua nasihat-nasihat
maksud baik kita tidak akan digubris, malah akan di “gubrak”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar